Nifaq (Kemunafikan) adalah penyakit berbahaya yang sangat dikhawatirkan oleh masing-masing diri orang-orang yang beriman. Karenanya, mendeteksi penyakit ini dalam diri seorang yang beriman sejak dini merupakan bagian perkara yang sangat penting. Dan, hal ini juga merupakan bagian yang menunjukkan dari bentuk kehati-hatian dan ketakutan orang yang beriman terhadap penyakit yang berbahaya ini.

Hasan al-Bashri -رَحِمَهُ اللهُ- mengatakan,

مَا خَافَهُ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا أَمِنَهُ إِلَّا مُنَافِقٌ

Tidak ada yang menakuti kemunafikan kecuali orang Mukmin dan tidak ada yang merasa aman dari kemunafikan kecuali orang munafik.” (Shahih al-Bukhari, 1/52)

Apabila seorang Muslim tidak berhati-hati dan menjauh dari kemunafikan, maka boleh jadi ia akan terperosok ke dalamnya, yang mana kemunafikan itu akan mengantarkannya ke Neraka yang menyala-nyala-Wal ‘iyadzubillah-, sebagaimana ancaman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- di beberapa ayat di dalam kitab-Nya, misalnya, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-   

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih.” (an-Nisa: 138)

إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam.” (an-Nisa: 140)

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

Sungguh, orang-orang Munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (an-Nisa: 145)

وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ

“Allah menjanjikan (mengancam) orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka; dan mereka mendapat azab yang kekal.” (at-Taubah: 68)

Tanda-tanda Kemunafikan

Pada umumnya orang yang tengah terkena atau terjangkiti suatu penyakit terlihat padanya beberapa tanda-tandanya yang mengindikasikan atau menunjukkan ketidak normalan kondisinya. Bahkan, penyakit itu sendiri pun boleh jadi memiliki tanda-tanda. Kalau itu adalah penyakit yang menyerang badan, maka begitu pala penyakit yang menyerang jiwa dan hati, seperti, penyakit kemunafikan ini, ia pun memiliki tanda-tanda. Di antara tanda-tandanya adalah sebagai berikut:

Tanda ke-1: Dusta

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

“Dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (al-Munafiqun: 1)

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga –salah satunya adalah- apabila berbicara dia dusta…” (HR. al-Bukhari)

Maka, barang siapa yang berdusta; baik bercanda atau serius, berbohong karena suatu urusan atau karena tipu muslihat, maka ini termasuk bagian dari tanda kemunafikan. Seseorang tidaklah berdusta kecuali dalam hatinya terdapat kemunafikan. Wallahul Musta’an

Dusta adalah tanda kemunafikan yang sangat jelas; sekalipun dustanya dengan nada bercanda, karena sebagian orang meremehkan masalah ini.

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

“Celaka bagi orang yang bercerita kemudian ia berdusta agar ditertawakan orang lain, celaka dia, celaka dia.” (HR. Ahmad)

Saya wasiatkan kepada kalian dan diri saya agar berhati-hati dari dusta. Jangalah kalian berdusta, karena sesungguhnya dusta itu akan menyuburkan kemunafikan. Dan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyifati orang-orang munafik sebagai pendusta, kerena mereka berdusta dalam perkataan, perbuatan, dan  keadaan mereka.

Tanda ke-2: Khianat

Dalilnya adalah hadis Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- beliau bersabda,

وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ …

Dan jika berjanji dia khianat.

Siapa yang memberikan sumpahnya kepada kaum muslimin, berjanji kepadanya, atau kepada pemimpinya, kemudian dia berkhianat; maka sungguh dia telah mempersaksikan dirinya berbuat kemunafikan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis Buraidah; pada suatu hari ketika Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mengatakan kepada para sahabat, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim:

Jika kamu mengepung benteng musuh, lalu mereka menginginkan untuk meminta perlindungan dan jaminan dari Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah engkau berikan kepadanya perlindungan Allah dan Nabi-Nya. Akan tetapi berikanlah perlindungan dan jaminan darimu dan dari sahabatmu (pasukanmu), karena sesungguhnya jaminan darimu dan sahabatmu itu resikonya lebih ringan daripada resiko jaminan Allah dan Rasul-Nya. Dan jika kamu mengepung suatu benteng musuh, lalu mereka meminta agar diberlakukan hukum Allah atas mereka, maka janganlah kamu berlakukan hukum Allah kepada mereka, akan tetapi berlakukanlah hukummu bagi mereka ; karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah kamu betul-betul sudah memberlakukan hukum Allah atas mereka atau belum (HR. Muslim)

Maka barang siapa yang berjanji kepada seorang suami, istri atau anaknya, sahabat atau temannya atau kepada pemimpinnya, kemudian dia berkhianat tanpa alasan syar’i, maka yang demikian ini merupakan tanda daripada tanda-tanda kemunafikan. Wal’iyadzubillah

Tanda ke-3: Fujur

Yang dimaksud adalah fujur dalam pertikaian, sebagaimana sabda Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- di dalam Shahihain:

وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Dan apabila bertikai dia fajir.” (HR. Muslim)

Ahli Ilmu berkata bahwa maksud dari hadis ini adalah “Siapa yang bertikai dengan sesama Muslim.” Karena bertikai dengan orang kafir itu ada pembahasan tersendiri yang membedakannya dengan pertikaian sesama Muslim yang menyebabkan seseorang berdosa ketika melakukannya. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengetahui apa yang ada di dalam hati orang yang bertikai bahwasanya dia fajir dan munafik.

Adapun pertikaian dengan orang kafir di sana ada sebuah hadis yang berbunyi,

اَلْحَرْبُ خَدْعَةٌ

“Perang itu adalah tipu daya. (HR. al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan Ahmad)

Ali bin Abi Thalib -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bermuamalah dengan orang kafir, namun dalam masalah ini ada penjelasan lebih rinci lagi jika orang kafir berkhianat, maka mengkhianati mereka atau mempermainkan mereka dan penggunaan siasat, bukan termasuk dalam kategori khianat dan fajir, tetapi ia bagian daripada siasat perang. Dalam masalah ini ada pembahasan tersendiri.

Tanda ke-4 : Ingkar Janji

Orang yang berjanji kemudian dia mengingkari janjinya, maka sungguh dia telah mewarisi bagian daripada cabag-cabang kemunafikan. Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-sebagaimana ditulis dalam kitab-kitab sirah dengan sanad yang bisa dipertanggungjawabkan, bahwasanya beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pernah berjanji untuk bertemu dengan seseorang, maka Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memenuhi janjinya dan ternyata orang itu menyelisihi janjinya. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tetap bertahan di tempat itu selama tiga hari tiga malam, kemudian ingatlah si orang yang berjanji tadi, dia pun datang. Maka Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sampaikan kepadanya, “Engkau telah kikir kepadaku.” Barang siapa yang mengingkari janji dan tidak menepatinya, maka pada dirinya terdapat kemunafikan. Siapa yang berjanji kepadamu pada jam, hari, dan tempat yang sudah ditentukan kemudian mengingkari janji tersebut tanpa udzur, ketahuilah bahwa pada dirinya terdapat cabang dari cabang-cabang kemunafikan, maka bersihkanlah dirimu darinya.

Adapun di antara kebiasaan orang-orang shaleh ketika mereka berjanji kepada saudaranya, dia berkata : “ إِنْ شَاءَ اللهُ, Jika aku bisa, aku akan datang dan jika tidak, maka aku udzur (izin).”  Tujuannya adalah agar tidak tercatat di atas perjanjian itu satu cabang dari cabang-cabang kemunafikan, wal’iyadzubillah-kita memohon perlindungan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- darinya-.

Nifaq amali yang banyak dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin ini disebabkan lemahnya keimanan mereka kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, sehingga jadilah mereka generasi yang mengingkari janji,  berdusta, berbuat fujur (dosa) dan berkhianat.   

Tanda ke-5: Malas dalam Beribadah

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (An-Nisa: 142)

Apabila Anda melihat seorang bermalas-malasan untuk shalat, menempatkan diri di shaf pertama, dzikir, menyeru kepada kebaikan, ilmu dan majelis-majelis kebaikan, maka ketahuilah bahwa pada dirinya ada rasa waswas dan sesungguhnya setan menginginkan hatinya menjadi lemah dan takut, maka berhati-hatilah darinya. Bukan berarti maknanya bahwa setiap orang yang mendirikan shalat terbebas dari kemunafikan. Orang-orang Munafik, mereka pun melaksanakan shalat bersama Nabi Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, akan tetapi mereka shalat dengan bermalas-malasan; mereka berdiri dengan penuh kemalasan, lambat dan loyo, tidak ada semangat dan kesungguhan. Padahal Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ [مريم : 12]

Hai Yahya, ambillah al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh..(Maryam: 12)

Adapun orang-orang munafik itu menyeret kakinya ketika melangkahkan kaki ke masjid seakan-akan mereka disertai dengan rantai (terpaksa), kemudian berdiri di ujung shaf atau di barisan shaf paling belakang; sehingga tidak tahu apa yang dibaca oleh imam, tidak mentadaburinya, dan tidak pula sadar akan apa yang dia lakukan.

Disebutkan  dalam shahih Muslim hadis yang diriwayatkan Aswad bin Yazid Al-Iraqi Al-Abid, dia bertanya kepada Aisyah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-, “Kapan Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bangun untuk melaksanakan shalat malam (qiyamullail)? “Aisyah menjawab, “Beliau bangun ketika mendengar ayam jantan berkokok.” Aisyah berkata, “Beliau bergegas bangun dari tempat tidurnya.” Dalam hadis ini menggunakan lafzh “Yatsibu-watsaban” (meloncat), bukan menggunakan lafazh “yaqumu qiyaman” (berdiri). Hal ini menandakan keberanian, kesungguhan, kokohnya iman, kesungguhan kemaun dalam menjalankan ibadah dengan penuh ketaatan. Maka dari itu Anda akan mendapati orang shalih senantiasa memperhatikan waktu-waktunya; kapan adzan berkumandang? Sudah tibakah waktu shalat? Apakah sudah masuk waktunya? Kemudian dia akan segera bergegas menuju masjid.

Imam Ahmad berkata di dalam kitab “Az-Zuhd” tentang biografi Adi bin Hatim, “Demi Allah, tidaklah dekat waktu shalat tiba melainkan aku sudah sangat rindu padanya.”

Para sahabat memuji kehidupan Sa’id bin Musayyib di dalam sejarah kehidupannya, ketika beliau berkata “Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan selama 40 tahun melainkan aku sudah berada di masjid Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.”

Inilah keimanan. Ada sebuah riwayat dari at-Tirmidzi, akan tetapi hadistnya masih diperbincangkan ; di dalamnya ada rawi bernama Daraj Abi As-Samh dari Abi Haitsam, dia seorang perawi yang dha’if. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمْ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوْا لَهُ بِالْإِيْمَانِ

“Apabila kalian melihat seorang lelaki yang kehidupannya senantiasa terpaut dengan masjid, maka saksikanlah bahwa dia beriman.” (HR. at-Tirmidzi)

Makna hadis ini shahih menurut ahli ilmu, maka sesungguhnya setiap orang yang mendatangi masjid dan senantiasa terpaut dengannnya, إِنْ شَاءَ اللهِ  dia terbebas dari nifaq i’tiqadi [1], dan hendaknya dia terus berusaha untuk melepaskan dirinya dari nifaq ‘amali.[2]

Saudaraku…Malas adalah pertanda adanya nifaq pada diri kita, dan itu bisa kita lihat pada tiga ciri/tanda orang munafik; bagaimana dalam masalah ibadah, puasa, dzikir, belajar dan mencari ilmu yang bermanfaat, dan bagaimana semangat dakwahnya. Maka selayaknya Anda berhati-hati dan  meninggalkan segala bentuk kemalasan, karena sesungguhnya Demi Allah, malas adalah penyakit yang sangat berbahaya yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- sematkan pada diri orang-orang munafik. Wal’iyadzu billah-kita memohon perlindungan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semoga dijauhkan darinya.

Saudaraku…Apa tanda kemunafikan yang lainnya yang hendaknya kita mewaspadainya dan hendaknya kita mendeteksinya dalam diri kita sejak dini agar kita selamat darinya ? Insya Allah, akan disebutkan pada tulisan berikutnya, dengan judul, ‘Tanda Kemunafikan Lainnya’.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber:

Tsalatsuuna ‘Alaamatan li Al-Munaafiqiin, Syaikh Aidh Al-Qarny-حَفِظَهُ اللهُ

Catatan:

[1] Nifaq i’tiqadi, yaitu nifaq yang mengeluarkan dari Islam, dan pelakunya ditempatkan di kerak Neraka paling bawah. Mereka adalah orang yang di dalam hatinya mendustakan risalah Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- -dia seolah-olah menampakkan keislamannya-, atau mendustakan kitab-kitab Allah, malaikat-malaikat-Nya, atau mendustakan pokok-pokok dari akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Dalilnya adalah firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10)

“Di antara manusia ada yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya: dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (al-Baqarah: 8-10)    

[2] Nifaq ‘Amali, yaitu nifaq  yang tidak mengeluarkan dari Islam, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjelaskannya dalam hadis shahih Bukhari-Muslim,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga; (1) jika berbicara dia berdusta, (2) jika berjanji dia mengingkari, (3) jika dipercaya dia berkhianat.”