Alhamdulillah. Pada tulisan berjudul ‘Deteksi Dini ‘Tanda Kemunafikan’ dalam Diri’ telah disebutkan beberapa tanda kemunafikan, yang selayaknya diwaspadai dan dideteksi dini oleh masing-masing diri orang yang beriman. Tanda-tanda kemunafikan yang telah disebutkan tersebut dan telah pula dijelaskan secara singkat, yaitu, Dusta,  Khianat, Fujur, Ingkar Janji, dan Malas dalam Beribadah. Itulah lima tanda-tanda kemunafikan yang telah disebutkan. Adapun dalam tulisan ini, akan disebutkan dan dijelaskan pula tanda-tanda kemunafikan yang lainnya.

Tanda Ke-6: Riya’ dan Sum’ah

Tanda yang keenam yaitu riya’ dalam urusan ibadah. Allah -سٌبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang Munafik itu hendak penipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (an-Nisa: 142)

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjelaskan dalam shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), beliau bersabda,

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ

“Barang siapa yang memperdengarkan (sum’ah), maka Allah akan memperdengarkan tentangnya. Dan barang siapa yang memperlihatkan (riya), maka Allah akan memperlihatkan tentangnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagaimana seseorang yang riya itu? Dia khusyuk di hadapan manusia, bolong-bolong salatnya ketika sendirian, ketika bermajelis bersama banyak orang dia terlihat zuhud dan ahli ibadah, beradab dalam bermajelis, perkataan dan ucapannya tidak melanggar apa-apa yang diharamkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

Ibnu Majah meriwayatkan hadis hasan dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, bahwa Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتِ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيْضًا. فَيَجْعَلُهَا اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ هَبَاءً مَنْثُوْرًا. قَالَ ثَوْبَانُ يَا رَسُوْلَ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لَا نَكُوْنَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَانَعْلَمُ. قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ. وَيَأْخُذُوْنَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُوْنَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللهِ اِنْتَهَكُوْهَا

“Sungguh aku benar-benar mengetahui segolongan dari umatku yang datang pada hari Kiamat dengan membawa banyak kebaikan seperti gunung Thihamah yang putih. Kemudian Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikannya seperti debu yang dihempaskan angin (sia-sia).” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah sebutkanlah sifat-sifat (ciri-ciri) mereka kepada kami, dan jelaskanlah tentang mereka kepada kami agar kami tidak termasuk bagian dari mereka sedangkan kami tidak mengetahui.” Rasulullah –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bersabda, “Sesungguhnya mereka itu adalah saudara-saudara kalian, kulitnya seperti kulit kalian, mereka juga salat malam sebagaimana kalian salat malam, akan tetapi mereka adalah kaum yang ketika sendirian (tidak ada orang yang melihatnya), mereka melanggar apa-apa yang diharamkan Allah.” (HR. Ibnu Majah)

Tanda orang munafik adalah riya’, beramal karena manusia, berbicara juga karena manusia. Kita memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar membersihkan kita dari riya dan sum’ah, karena sesungguhnya ia merupakan penyakit paling berbahaya yang apabila menimpa seorang hamba, maka rusaklah amalnya.

Maka benarlah apa yang disampaikan oleh Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam hadis Qudsi,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- « قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ »

“Rasulullah –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, Allah-تَبَارَكَ وَتَعَالَى -berfirman, “Aku sama sekali tidak butuh sekutu dari perbuatan syirik, barangsiapa beramal dan dia menyekutukan-Ku di dalamnya dengan selain-Ku, Aku tinggalkan dia (tidak diterima amalannya) bersama sekutunya.” (HR. Muslim)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan menerima amalan seseorang yang didasari riya’ baik amalannya sedikit atau pun banyak. Imam Ahmad meriwayatkan hadis di dalam Musnadnya. Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

اَلرِّيَاءُ شِرْكٌ

“Riya adalah syirik.” (HR. Ahmad)

Sungguh orang-orang saleh menangis karena mereka takut bila amalnya ternoda dengan riya’, mereka mengadu dan memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar membebaskan mereka dari riya.’ Riya bisa terjadi dalam urusan mencari nafkah, salat, zikir, dan puasa. Dan tidak ada tempat bagi kita untuk menghindarinya kecuali dengan tiga hal;

1-Mengetahui bahwasanya tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak madharat kecuali Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-; tidak ada yang bisa memberikan kesehatan, kesembuhan (dari penyakit), menghidupkan dan mematikan, memberikan rezeki dan melapangkannya serta menghukum seorang hamba kecuali Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

2-Mengetahui kemampuan makhluk, bahwa dia adalah hamba yang lemah dan tak berdaya, tidak bisa mendatangkan manfaat dan menolak madharat, menghidupkan, mematikan dan membangkitkan (dari alam kubur), memberikan pahala dan siksa. Maka hendaknya Anda tenang dan tidak mengharapkan keridhaan manusia.

3-Berdoa kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan doa yang baik yang telah diajarkan oleh Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada para sahabatnya,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

“Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari kesyirikan yang aku ketahui dan aku memohon ampunan dari dosa syirik yang tidak aku ketahui.”

Hasan Al-Bashri -رَحِمَهُ اللهُ- berkata dalam doanya,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ

“Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari riya’ dan sum’ah.”

Dalam lafazh yang lain disebutkan

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ رِيَائِي وَسُمْعَتِي

“Ya Allah!  Ampunilah riya’ dan sum’ahku.”

Demi Allah, sum’ah adalah mengharapkan ketenaran/nama baik dan beramal supaya terkenal. Mereka adalah orang-orang yang kelak pada Hari Kiamat akan ditelanjangi aibnya di hadapan seluruh makhluk. Kita memohon perlindungan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar menjauhkan riya’ dan sum’ah pada diri kita. Amin

 

Tanda Ke-7 : Sedikit Sekali Berzikir (Mengingat Allah)       

Tanda kemunafikan ketujuh adalah sedikit mengingat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Subhanallah…Mereka mengingat Allah, akan tetapi  sedikit sekali. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang Munafik itu hendak penipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (an-Nisa: 142)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak menyebutkan bahwa mereka tidak mengingat Allah, akan tetapi dengan ‘ mengingat Allah’ akan tetapi ‘sedikit sekali’. Orang munafik itu mengingat dan memuji Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- sedikit sekali, sedangkan lisannya mati. Dia tidak memiliki semangat dan kesungguhan untuk berzikir.

Anas bin Malik -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- meriwayatkan hadis dari Rasulullah -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -, beliau bersabda,

تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلاً

“Itulah salatnya orang munafik, dia duduk memperhatikan matahari hingga ketika matahari berada di kedua tanduk setan (dalam riwayat lain: matahari menguning), kemudian dia berdiri salat empat rakaat  dengan mematuk (sebagaimana ayam mematuk makanan), dia tidak mengingat Allah dalam salatnya kecuali sedikit saja.” (HR. Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad, dan An-Nasai)

Subhanallah … mereka salat dan mengingat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tapi sedikit sekali, itulah orang munafik.

Adapun tanda daripada keimanan adalah banyak berzikir. Ibnu Qayyim -رَحِمَهُ اللهُ- menyebutkan di dalam kitab “al-Wabil Ash-Shayyib”, “Kalaulah sekiranya tidak ada faedah zikir selain dari menghilangkan kemunafikan, maka sebenarnya itu saja sudah cukup.”

Ali -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- pernah ditanya “Apakah khawarij itu orang-orang munafik?” Ali menjawab, “Tidak.” Mereka banyak mengingat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, sedangkan orang munafik sedikit sekali mengingat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.”

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (al-Baqarah: 152)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali Imran: 191)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“…laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (al-Ahzab: 41)

Ibnu Shalah -رَحِمَهُ اللهُ-, ulama ahli hadis Madzhab Syafi’i pernah ditanya, “Apa maksud dari berzikir yang sebanyak-banyaknya?” Dia menjawab, “Barang siapa yang menjaga dan melazimi zikir ‘al-ma’tsurah’ yang bersumber dari Nabi Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, maka sungguh dia telah berzikir kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan sebanyak-banyaknya, barang siapa yang menjaga zikir setelah salat lima waktu, zikir pagi dan sore, doa sebelum dan setelah makan dan minum, mau tidur dan bangun tidur, ketika melihat kilat dan mendengar petir, ketika turun hujan, masuk masjid dan keluar darinya, maka sungguh dia telah berzikir kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. “

Ibnu Abbas -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- berkata, “Barang siapa yang berzikir mengingat Allah dalam keadaan diam atau berjalan, mukim atau bepergian, sehat atau sakit, maka sungguh dia telah berzikir kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan zikir yang sebanyak-banyaknya.”

Diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa yang dimaksud “Berzikir kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- sebanyak-banyaknya” adalah senantiasa membasahi lisan dengan zikir kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Abdullah bin Bisrin -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- meriwayatkan,

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ

“Ada seorang sahabat berkata kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah sesungguhnya syariat Islam ini sudah banyak bagiku, oleh karena itu beritahulah kepadaku sesuatu yang bisa aku jadikan pegangan.” Rasulullah –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda (kepadanya), “Basahilah lisanmu dengan senantiasa berzikir kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi)

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda dalam Shahih Muslim,

«لَأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ »

“Ucapan (zikir) subhanallah (Mahasuci Allah), alhamdulillah (segala puji bagi Allah), laa ilaaha illallah (tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah) dan Allahu Akbar (Allah Mahabesar), itu lebih aku cintai dari apa-apa yang disinari oleh matahari.” Dalam lafazh yang lain: “atau digelapkan oleh terbenamnya matahari.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- disebutkan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَسِيرُ فِى طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ « سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ ». قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ ».

“Pada suatu ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَpergi ke Makkah melewati sebuah gunung yang bernama Jumdan. Kemudian beliau bersabda, “Berjalanlah kalian! Inilah (gunung) Jumdan, orang-orang mufarridun telah mendahului kalian.” Para sahabat bertanya, ‘Siapa orang-orang mufarridun itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang senantiasa berzikir mengingat Allah sebanyak-banyaknya dari kalangan laki-laki dan perempuan.” (HR. Muslim)

Saudaraku sekalian..

Aku wasiatkan kepada kalian untuk senantiasa berzikir mengingat Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, sedikit berzikir akan mendatangkan kemunafikan, tanamkan dalam hati kalian untuk senantiasa bertasbih, tahlil, membaca al-Qur’an, istighfar, taubat, dan bershalawat atas Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

Bersambung, insya Allah …

Wallahu A’lam

(Redaksi)

 

Sumber:

Tsalatsuuna ‘Alaamatan li Al-Munaafiqiin, Syaikh Aidh Al-Qarni -حَفِظَهُ اللهُ