Imam al-Bukhari telah meriwayatkan di dalam shahihnya dari Jabir bin Abdillah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ

“Setiap kebaikan merupakan sedekah.” (HR. al-Bukhori, No. 6020).

Dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam shahihnya dari hadis Khudzaifah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-.

Hadis ini dikategorikan sebagai sebuah kaidah yang global lagi berfaedah tentang pintu-pintu sedekah dan menunjukkan bahwa sedekah itu tidaklah terbatas pada sedekah berupa harta, bahkan ruang lingkupnya sangat luas dan pintu-pintunya sangat banyak, berbeda sama sekali dengan apa yang diduga oleh kebanyakan orang.

Namun datang di dalam hadis bahwa sebagian sahabat Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, dari kalangan orang-orang fakir kaum Muhajirin menduganya demikian, mereka menduga bahwa sedekah itu hanya terbatas dengan harta dan mereka bertanya kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

Imam Muslim meriwayatkan (dengan sanadnya) dari Abu Dzar-semoga Allah meridainya-bahwa sekelompok orang dari kalangan sahabat Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mendatangi Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, lalu mereka mengatakan,

ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَة وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

“Wahai Rasulullah! Ahlu Dutsur (orang-orang yang banyak hartanya), pergi dengan membawa banyak pahala. Mereka melakukan shalat sebagaimana kami melakukan shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Dan, mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta-harta mereka. Maka, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang dapat kalian jadikan sedekah? Sesungguhnya setiap tasbih (ucapan سُبْحَانَ اللهِ) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan اَللهُ أَكْبَرُ) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan اَلْحَمْدُ لِلَّهِ) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ)   adalah sedekah, amar makruf adalah sedekah, nahi munkar merupakan sedekah dan pada kemaluan pasangan hidup kalian ada kesempatan sedekah.’

Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah! apakah salah seorang di antara kami yang melampiaskan syawatnya (kepada pasangan hidupnya), ia akan mendapatkan pahala?’

Maka beliau menjawab,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

‘Apa pendapat kalian, andai kata penyaluran hasrat itu pada sesuatu yang haram, bukankah ia berdosa karenanya? Maka, demikian pula bila mana penyaluran hasrat tersebut pada sesuatu yang halal, niscaya seseorang mendapatkan pahala karenanya’.” (HR. Muslim, no. 1006).

Sedekah Pekerjaan Harian

Sedekah merupakan pekerjaan harian, menemani setiap muslim di setiap hari-harinya, sedekah itu terbaharukan seiring dengan pergantian hari demi hari. Setiap hari, seorang Muslim memasuki waktu paginya dalam keadaan diliputi oleh kesehatan dan ‘afiyat, hendaklah ia menghadapi hal tersebut dengan pujian dan sanjungan kepada Allah        -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan bersyukur kepadaNya atas nikmat-nikmatNya yang diberikan kepadanya, dan hendaknya pula menghadapinya dengan sedekah-sedekah yang banyak lagi beragam bentuknya.

Imam Muslim meriwayatkan di dalam shahihnya dari Abu Dzar -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى

“Setiap persendian salah seorang di antara kalian berkewajiban untuk bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, memerintahkan kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah, dan mencukupi dari kesemuanya itu 2 rakaat yang dilakukannya di waktu Dhuha.” (HR. Muslim, no. 720).

Maka, renungkanlah beragamnya bentuk pintu-pintu sedekah ini, di antaranya ada yang faedahnya terbatas pada pelaku sedekah, seperti bertasbih, bertahmid, bertakbir dan bertahlil. Di antaranya ada pula yang manfaatnya tidak sebatas pada pelakunya saja. Bahkan, setiap hal yang bermanfaat yang diberikan oleh seorang muslim kepada saudaranya kaum Muslimin dari bentuk-bentuk kebaikan, kesemua hal itu masuk ke dalam kategori sedekah.

Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Dzar -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Rasulullah  -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ  وَأَمْرُكَ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيُكَ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ  وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَةٌ وَبَصَرُكُ لِلرَّجُلِ الرَّدِيْءِ الْبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ وَالشَّوْكَةَ وَالْعَظْمَ عَنِ الطَّرِيْقِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu di hadapan wajah saudaramu merupakan sedekah bagimu. Perintahmu kepada kebaikan dan upaya pencegahanmu dari kemungkaran merupakan sedekah bagimu. Upayamu menunjukkan orang yang tersesat jalannya merupakan sedekah bagimu. Upaya menuntun orang yang fungsi pandangan matanya buruk merupakan sedekah bagimu. Tindakanmu menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah bagimu. Tindakanmu menuangkan air dari embermu ke ember temanmu merupakan sedekah bagimu.”(HR. At-Tirmidzi, no. 1956).

Dengan demikan, pintu-pintu sedekah itu beragam bentuknya.

Karenanya, wahai hamba-hamba Allah! Hendaklah Anda gemar dan bersungguh-sunguh untuk bersedekah, banyak melakukannya, ambillah setiap peluang bersedekah yang sedemikian luas terbentang, hendaknya Anda melakukan hal tersebut dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah -عَزَّوَجَلَّ.

Dan, apabila ada seseorang yang mengatakan, “Aku tidak mendapati harta, dan aku pun tidak mendapati kemampuan untuk melakukan hal-hal ini,” maka lihatlah kepada luasnya karunia Allah -عَزَّوَجَلَّ-  yang terdapat di dalam sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dalam hadis berikut ini.

Imam Ahmad telah meriwayatkannya dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ

“Wahai Nabiyullah! Amal apakah yang paling utama?”

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjawab,

الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Iman kepada Allah dan berjihad di jalan Allah.”

Lelaki itu kembali bertanya,

فَإِنْ لَمْ أَسْتَطِعْ ذَلِكَ

Jika aku tidak mampu melakukan hal itu?

Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjawab,

احْبِسْ نَفْسَكَ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ تَصَدَّقُ بِهَا عَلَى نَفْسِكَ

“Tahanlah dirimu dari melakukan tindak keburukan, karena sesungguhnya hal itu merupakan sedekah, engkau bersedekah dengannya atas dirimu sendiri.” (HR. Ahmad, No. 10878)

 

Dua Kasus Nan Menakjubkan

Dua kasus yang sangat menakjubkan tentang sedekah. Kedua perkara ini terkait dengan seorang lelaki yang fakir yang tidak mempunyai harta.

Kasus pertama adalah bahwa sedikit harta yang disedekahkan oleh orang yang fakir ini, meski hanya 1 dirham yang diambil dari hartanya yang sedikit, bisa saja mengungguli dan mengalahkan harta yang banyak yang disedekahkan oleh seorang yang kaya, meski puluhan ribu dirham banyaknya.

Di dalam hadis riwayat Imam an-Nasai dan yang lainnya dari hadis Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- dari Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, bahwa beliau bersabda,

سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ

“1 dirham telah mengungguli 100.000 dirham.”

Para sahabat berujar, وَكَيْفَ? (Bagaimana yang demikian itu wahai Rasulullah). Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjawab,

كَانَ لِرَجُلٍ دِرْهَمَانِ تَصَدَّقَ بِأَحَدِهِمَا وَانْطَلَقَ رَجُلٌ إِلَى عَرْضِ مَالِهِ فَأَخَذَ مِنْهُ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا

“Dulu, ada seorang lelaki memiliki dua dirham, lalu ia bersedekah dengan salah satunya, sementara laki-laki lainnya, ia pergi ke tempat (simpanan) hartanya, lantas ia mengambil darinya sebanyak 100.000 (seratus ribu dirham), lalu ia sedekahkan.” (HR. An-Nasai, No. 2526).

Orang yang pertama bersedekah dengan separoh hartanya, sementara orang yang kedua bersedekah dengan sebagian kecil dari hartanya yang sedemikian melimpah. Maka, beda antara orang yang sedekah dengan separoh hartanya dan orang yang besedekah dengan jumlah sedikit dari hartanya. Maka, 1 dirham mengungguli 100.000 dirham.

Kasus kedua, dan kasus ini lebih menakjubkan, yaitu bahwa seorang yang fakir bilamana di dalam hatinya terdapat niat yang jujur di antara dirinya dan Allah, Allah Jalla wa ’Ala mengetahui apa yang ada di dalam dirinya, bahwa bila saja ia memiliki harta seperti yang dimiliki si fulan yang kaya yang juga bersedekah niscaya ia akan melakukan seperti yang dilakukanya. Maka, orang ini (orang yang fakir ini) dan orang yang kaya, mendapatkan pahala yang sama. Orang ini (orang yang kaya yang bersedekah ini) mendapatkan pahala dengan sedekahnya, dan ini (orang yang miskin) juga mendapatkan pahala dengan niatnya yang jujur.

Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Kabsyah Anmari -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعِةِ نَفَرٍ .عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيْهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعِبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُوْلُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهَمُا سَوَاءٌ .وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَلْم يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِى فِي رَبِّهِ وَلَا يَصِلُ فِي رَحِمِهِ وَلَا يَعْلَمُ اللهَ فِيْهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ. وَعْبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُوْلُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيْهِ بِعَمَلِ فَلُانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ

“Sesungguhnya dunia itu untuk 4 kelompok orang;

(1) Seorang hamba yang Allah karuniakan kepadanya harta dan ilmu, ia pun bertakwa kepada Rabbnya di dalamnya, menyambung tali silaturahim dengan orang-orang yang memiliki hubungan rahim dengannya, ia pun mengetahui hak Allah di dalamnya. Maka, ini adalah kedudukan yang paling utama. 

(2) Seorang hamba yang dikaruniai ilmu oleh Allah, namun tidak dikaruniai harta, namun ia jujur niatnya, ia mengatakan, ‘Andai aku mempunyai harta (seperti yang dimiliki si fulan), niscaya aku akan melakukan seperti yang dilakukan fulan.’ Orang ini, karena niatnya, ia  mendapatkan pahala yang sama seperti yang diperoleh si fulan.

 (3) Seorang hamba yang dikaruniai harta oleh Allah, namun Allah tidak mengaruniakan ilmu kepadanya, ia menggunakan hartanya tanpa ilmu, ia tidak bertakwa kepada Rabbnya, ia tidak menyambung silaturahim (dengan hartanya), tidak pula mengetahui hak Allah pada harta tersebut. Maka, ini adalah sejelek-jeleknya kedudukan. 

(4) Seorang hamba yang tidak dikaruniai harta oleh Allah, tidak pula dikaruniai ilmu. Ia mengatakan, ‘Andai aku memiliki harta (seperti fulan), niscaya aku akan melakukan seperti yang fulan lakukan. (Nabi bersabda), Maka dosa kedua orang tersebut sama. (HR. At-Tirmidzi, No. 2325). Wallahu A’lam.

 

(Redaksi)

Sumber:

Kullu Ma’rufin Shadaqah, Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad -semoga Allah menjaganya. Dengan ringkasan.