uangJAKARTA— Menindaklanjuti terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2014 yang mengatur biaya nikah dan Surat Edaran Sekjen Kemenag yang menyatakan bahwa PP tersebut efektif per 10 Juli 2014, Ditjen Bimas Islam mengambil langkah cepat dengan mengundang Kakanwil, dan Kabid Urais seluruh Indonesia ke Jakarta, Rabu (16/07). Pertemuan ini dimaksudkan agar mereka dapat menerima penjelasan terkait dengan aturan baru tentang biaya nikah.

Dalam sambutannya, Pgs. Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil, berpesan agar Kepala Kanwil Kemenag Provinsi seluruh Indonesia mengantisipasi kemungkinan protes masyarakat. Kemungkinan itu ada mengingat biaya nikah itu diberlakukan satu tarif untuk semua pelaksanaan pernikahan di luar KUA. Untuk itu, PP ini perlu segera disosialisasikan ke masyarakat agar mereka dapat memahami dengan baik.

Dikatakan Djamil, biaya  sebesar Rp. 600 ribu ini hanya berlaku bagi pelaksanaan nikah di luar kantor KUA. Sementara jika dilakukan di KUA, tidak dikenakan biaya  alias gratis. Hal ini berlaku kepada semua kondisi, termasuk jika pernikahan dilaksanakan di rumah yang berdekatan dengan KUA.

“Kalau ada rumah di belakang KUA, sementara pernikahan dilaksanakan di rumah, tetap dikenakan biaya Rp. 600 ribu,” kata Djamil.

“Pokoknya, jika di luar KUA, bayarnya sama,” tambahnya.

Di hadapan para Kakanwil dan Kabid Urais, Djamil  mengingatkan bahwa proses terbitnya PP 48 tahun 2014 ini  penuh lika-liku dan proses yang sangat panjang. “Pada akhir tahun 2013, kami menyampaikan kemungkinan terbit bulan Februari 2014. Namun ternyata ada revisi dan perlu pembahasan ulang, sehingga pada bulan Maret kami bilang, ya kita tunggu saja,” cetus Djamil dengan nada bergurau.

Djamil mengaku bahwa  proses penerbitan PP ini  bukan hal yang simpel. Dikatakan Djamil, butuh kajian mendalam agar tidak ada yang bertentangan dengan aturan lain. Draft PP pun direvisi ulang karena adanya aturan bahwa pengurusan dokumen kependudukan tidak boleh dikenakan biaya.

“Penerapan tarif Rp. 600 ribu itu bukanlah biaya pencatatan, tetapi sebagai pengganti jasa profesi dan transport bagi penghulu karena bekerja di luar kantor dan jam kerja,” tandasnya. (kemenag)