ijma ulamaPihak yang menyelisihi ijma’ bisa menyelisihinya sebagai sebuah dalil dan mengingkarinya sebagai hujjah atau dia menyelisihi sebuah hukum yang ditetapkan oleh ijma’.

Pengingkar Ijma ‘ Sebagai Dalil

Bila ijma’ merupakan hujjah, maka siapa yang mengingkarinya berarti mengingkari hujjah, hukumnya adalah kekufuran kecuali bila yang bersangkutan belum mengetahui. Penulis Kasyful Asrar berkata, “Barangsiapa mengingkari ijma’ maka dia membatalkan semua agamanya, karena poros dasar agama dan rujukannya berpulang kepada ijma’ kaum muslimin.” Bila kita berkata bahwa ijma’ berdasarkan dalil, karena memang tidak ada ijma’ kecuali berdasarkan dalil, maka mengingkari ijma’ berarti mengingkari dalil.

Penyelisihi hukum yang ditetapkan oleh ijma’

Hukum yang ditetapkan bersama ijma’ memiliki beberapa tingkatan:

Pertama, hukum yang diketahui secara mendasar dalam agama, kaum muslimin seluruhnya menyepakatinya seperti keesaan Allah, Muhammad adalah utusan Allah, al-Qur`an adalah firman Allah, shalat lima waktu wajib, dan lain-lainnya. Barangsiapa mengingkari atau menyelisihi maka dia kafir, karena dia mengingkari hukum yang diketahui secara mendasar dalam agama.

Kedua, hukum yang diketahui melalui ijma’ yang qath’i, seperti larangan menikah dengan lebih dari empat wanita, memadu seorang wanita dengan bibinya, diharamkannya berdusta atas nama Rasulullah dan yang sepertinya. Barangsiapa mengingkari atau menyelisihi maka dia kafir.

Manhajul Istidlal ala Masa`il al-I’tiqad inda Ahlus Sunnah wal Jamaah, Utsman bin Ali Hasan.