Orang-orang Yahudi mempunyai sikap khusus terhadap penutup para Nabi, Muhammad -صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– sebagaimana mereka juga mempunyai sikap khusus kepada setiap Nabi, sebagaimana dikisahkan oleh Alquran. Alquran telah mengisahkan sikap mereka tentang malaikat, bahwa mereka memusuhi Jibril -عَلَيْهِ السَّلَامُ- dan berkata bahwa Jibril -عَلَيْهِ السَّلَامُ- membawa siksa. Mereka menyukai malaikat Mikail -عَلَيْهِ السَّلَامُ-, dengan alasan karena malaikat Mikail عَلَيْهِ السَّلَامُ– mendatangkan hujan, kesuburan dan pertumbuhan.

Perbedaan antara malaikat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menurut mereka adalah bagian dari berita-berita gaib, yang tidak ada sumber valid tentangnya kecuali yang dikabarkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Yaitu kabar yang diterima oleh hati kaum Mukminin dengan keimanan, karena didasari oleh dalil dan petunjuk, sehingga karena dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk tersebut, hal gaib menjadi lebih terang di hati kita daripada kenyataan yang bisa kita saksikan dengan mata kita. Ini ungkapan yang memerlukan perincian, tapi bukan saat yang tepat untuk itu. Akan tetapi yang kami maksud adalah bahwa Bani Israil mempertunjukkan permusuhan mereka terhadap malaikat Jibril عَلَيْهِ السَّلَامُ–. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk memperhatikan pendapat mereka yang aneh ini, dalam firman-Nya,

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ . مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ

Katakanlah, “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkan (al-Qur’an) kedalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. “Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah: 97-98)

Maksudnya, karena perbuatan ini mereka telah menjadi kafir, dan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- adalah musuh bagi orang-orang kafir. Apabila Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah memosisikan sebagai musuh bagi orang-orang kafir, maka siapa yang sanggup menolong mereka dari siksa Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-? Siapa yang mampu menyingkirkan kesusahan dan laknat Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- atas mereka? Siapa yang sanggup menghindarkan azab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepada mereka?

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ  .إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Asy-Syu’ara: 88-89)

Bani Israil telah mengingkari ayat-ayat yang jelas dan mukjizat-mukjizat yang nyata. Beberapa kondisi telah memaksa mereka untuk mengadakan beberapa perjanjian. Dalam permasalahan Palestina tahun 1948, mereka melancarkan peperangan dan kalah. Kemudian mereka mati-matian meminta gencatan senjata. Maka masuklah kekuatan internasional membela mereka secara zalim, dengan alasan demi gencatan senjata. Namun Yahudi kemudian tidak menghormati perjanjian itu saat mereka melihat ada kesempatan. Tak terhitung perjanjian yang mereka langgar. Tak terhitung undang-undang yang mereka tabrak. Tak terhitung berapa kali organisasi internasioal menyebut mereka sebagai pengingkar janji. Tak terhitung berapa kali Amerika menggunakan hak vetonya untuk membela Bani Israil.

Mereka tidak mendapat perlindungan, kecuali seperti firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ

Kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (Ali Imron: 112)

Lepas dari tali Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, sebabnya, apabila kita menjauh dari agama kita, maka Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- pun akan menjauhkan pertolongannya untuk kita.

Apabila kita berpegang teguh dengan faktor-faktor yang menjadikan umat terbaik, yang telah digariskan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berupa menjaga amar makmur nahi munkar, beriman kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, niscaya golongan kera dan babi tersebut tidak akan mampu mengalahkan kita, karena Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menjanjikan kemenangan yang pasti bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.

Permusuhan antara kita dan Zionis pada era ini bukan lagi permusuhan antara kekafiran dan Islam, akan tetapi lebih kepada permusuhan antara kekuatan kezaliman melawan kekuatan yang sedang terpecah belah, dan yang sedang kehilangan haknya. Seperti permusuhan antara pencuri yang siap siaga melawan pemilik harta yang sedang ketiduran. Pertarungan antara kekufuran yang sedang menggeliat dan hati yang sedang kehilangan keimanan. Karena itulah kita tidak mungkin menang atas mereka kecuali dengan kembali kepada agama kita, saat itulah kaum Muslimin bergembira dengan pertolongan dari Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang diberikan kepada yang Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kehendaki, karena Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah berfirman,

أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوا عَهْدًا نَبَذَهُ فَرِيقٌ مِنْهُمْ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengangkat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.” (al-Baqrah: 100)

Sebelumnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman tentang al-Qur’an,

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ

“Dan setelah datang kepada mereka al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.“ (al-Baqarah: 89)

Lalu di sini disebutkan,

وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ

“Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul.” (al-Baqarah: 101)

Yang sebelumnya disebutkan,

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ

“Dan setelah datang kepada mereka al-Qur’an.”

Lalu disebutkan,

وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) .” (al-Baqarah: 101)

Inilah dosa buruk yang disengaja, kesalahan yang meliputi pelakunya, dan ia tidak mendapatkan alasan untuk membela diri dari perbuatan fasik dan kemaksiatan.

Mereka membuang kitab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan mengingkari Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- serta tidak mau menengok bahwa kitab itu membenarkan apa yang ada pada mereka. Lalau apa jalan yang mereka lalui? Apa aturan yang mereka pilih?

 وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman.” (al-Baqarah : 102)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah memberi Sulaiman sebuah kerajaan yang agung.

وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ (34) قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (35) فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ (36) وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ (37) وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ (38) هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertobat. Ia berkata, ‘Ya Rabbku ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi.’ Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut kemana saja yang dikehendakinya, dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan setan yang lain yang terkait dalam belenggu. Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab.” (Shad: 34-39)

Saat ini mereka menempati sebuah negara modern yang keji dan sesat, mereka menuntut kembalinya Haikal Sulaiman dan menganggap bahwa mereka berdiri di tempat yang mereka sebut dengan ‘Tembok Ratapan’ akan tetapi mereka tidak menghargai tempat-tempat suci Islam dan selain Islam, pada saat yang sama mereka mengikuti bisikan setan dengan alasan demi mukjizat Sulaiman -عَلَيْهِ السَّلَامُ-.

Apa yang dikatakan oleh setan tentang kerajaan Sulaiman dan apa yang diikuti oleh Yahudi dari bisikan setan tentang kenabian Sulaiman? Setan yang ditundukkan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- untuk Sulaiman adalah setan yang tunduk terhina dalam belenggu. Ketika Sulaiman meninggal, mulailah setan menghembus-hembuskan kabar bahwa tidaklah Sulaiman memiliki kerajaan yang agung ini kecuali dengan cara sihir, dengan tujuan agar di hati manusia tumbuh ketamakan pada harta dan agar manusia mau mempelajari sihir, padahal sihir adalah salah satu dari tujuh dosa besar yang menjerumuskan. Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ

Hindarilah tujuh dosa besar yang menjerumuskan …” -dan beliau menyebut di antaranya adalah-“ السِّحْرُ(sihir).

Seorang penyihir itu kafir dan boleh dibunuh secara syar’i. Meski demikian, setan yang menggoda bani Adam dan menggelincirkannya dari agamanya senantiasa menghembuskan bisikan bahwa Sulaiman tidak memiliki kerajaan kecuali dengan sihir. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berkehendak mengajari manusia bahwa ada perbedaan antara sihir yang bisa didapat dengan belajar dan mukjizat yang tidak bisa didapat kecuali atas anugerah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengutus dua orang saleh, yaitu, Harut dan Marut untuk mengajarkan sihir kepada manusia seperti seorang tentara belajar bagaimana menembak. Kemampuan menembak adalah senjata yang bermata dua, bisa dipakai untuk kebajikan dan bisa untuk kejahatan. Jika kemampuan itu digunakan untuk berjihad, maka ia di jalan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Namun jika dipergunakan untuk menghilangkan nyawa yang tidak bersalah dan jiwa yang suci, maka ia di jalan setan. Demikian pula tentang dua orang yang shalih ini, Harut dan Marut, yang mengajarkan sihir kepada manusia agar manusia bisa membedakan antara sihir dan mukjizat. Keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan dan ujian bagimu, karena kamu akan mempunyai kemampuan, maka janganlah kamu kafir dengan mempergunakannya untuk sesuatu yang membahayakan. Sesungguhnya kami hanyalah mengajari kalian agar bisa membedakan antara sihir dan mukjizat.

Barang siapa yang tidak peduli kecuali hanya untuk belajar, maka kami akan ajarkan.”

 فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

“Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.“ (al-Baqarah: 102)

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyebutkan ikatan antara suami dan istri sebagai permisalan untuk sebuah ikatan yang kuat. Apabila penyihir bisa menimpakan sihirnya kepada ikatan ini, berarti ia lebih mampu lagi menimpakan kepada selainnya. Dan untuk mengajarkan kepada kita bahwa segala sesuatu ada di tangan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, dan bahwa hanya Dia-lah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang Maha memberi manfaat dan memberi mudarat. Firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,

وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ . وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (al-Baqaqah: 102)

Wahai saudaraku,

Beginilah cara Yahudi mengikuti langkah-langkah setan dan cara-cara licik setan yang mereka kira bahwa tidaklah Sulaiman memiliki kerajaan kecuali dengan cara sihir, dan beginilah cara Yahudi mengingkari perjanjian-perjanjian, membelakangi keimanan kepada utusan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, mengangkangi keimanan kepada kitab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan bergelimang dalam kesesatan dengan cara yang luar biasa, demi mencapai kenikmatan duniawi yang fana.

Demikianlah tabiat Bani Israil di setiap zaman dan di setiap tempat.

Kami memohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar menolong kami berlepas dari kejahatan mereka, sesungguh Rabb kami adalah sebaik-baik yang diharap dan semulia-mulia yang diminta.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

(Redaksi)

Sumber:

Al-Yahud Fi al-Qur’an al-Karim,  hal. 90-98