Kira-kira dua puluh hari setelah kembalinya Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dari Hudaibiyah, kemudian beliau keluar menuju Khaibar yang dijanjikan Allah [1]

Ibnu Ishaq berkata, “Kemudian Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tinggal di Madinah antara bulan Dzulhijjah dan sebagian dari bulan Muharram sekembalinya dari Hudaibiyah. Kemudian beliau keluar menuju Khaibar di penghujung Muharram.” [2]  Beliau pun memerintahkan yang hanya boleh ikut adalah mereka yang ikut dalam Hudaibiyah. Sebagian masyarakat Arab yang tidak ikut dalam Hudaibiyah ingin ikut bersama beliau, tetapi beliau berkata kepada mereka. “Jangan kalian ikut bersama kami, kecuali yang memiliki keinginan untuk berjihad. Dan terkait ghanimah, kami tidak akan memberikan sedikit pun kepada kalian.” Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ingin menegaskan kepada mereka bahwa beliau tidak membutuhkan orang-orang yang hanya ingin mencari ghanimah, tetapi tidak ada keinginan untuk membela Islam [3]

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ketika keluar dari Madinah menuju Khaibar melintasi gunung Ishir (antara Madinah dan Khaibar). Pada tempat tersebut, beliau membangun sebuah mesjid. Kemudian melalui gunung Shahba’, [4] lalu menuruni lembah Raji’ [5] bersama tentaranya dan istirahat dekat perkampungan Bani Ghathafan untuk mencegah mereka agar tidak memberi bantuan kepada penduduk Khaibar, sebab dulu mereka pernah menantang Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Ketika mengetahui kedatangan beliau, mereka berkumpul dan keluar untuk membela orang-orang Yahudi Khaibar. Namun, di tengah perjalanan, mereka khawatir terhadap harta dan keluarga mereka dan menyangka bahwa pasukan Muhammad akan menyerangnya. Sehingga  mereka pun kembali menuju keluarga dan hartanya. Mereka membiarkan Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berperang melawan orang-orang Khaibar [6]

Biasanya, apabila Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ingin melakukan serangan, maka beliau menunggu sampai waktu pagi. Apabila beliau mendengar adzan dikumandangkan, beliau membatalkan serangan, tetapi apabila tidak mendengar suara adzan, maka beliau akan melakukan serangan dengan mendadak.

Mereka sampai di kawasan Khaibar pada malam hari dan bermalam hingga waktu pagi dan ternyata beliau tidak mendengar adzan. Beliau pun siap dengan kendaraannya begitu pula para sahabatnya. Yahudi Khaibar menyambut mereka dengan membawa cangkul dan palu. Namun, ketika mereka melihat Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersama tentaranya, mereka berkata, Muhammad datang dengan tentaranya !” Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata, “Allahu Akbar! Hancurlah Khaibar! Kami apabila telah menginjakan kaki di halaman suatu kaum, maka pagi yang buruk bagi orang-orang yang sudah diingatkan.” [7]

Jumlah pasukan yang ikut bersama Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sekitar 1.600 prajurit dan 200 pasukan kavaleri-ada yang berpendapat 300-menghadapi kekuatan besar Yahudi Khaibar yang merupakan komunitas Yahudi yang paling kuat, paling banyak harta dan persenjataannya.

Quraisy dan bangsa Arab di kawasan jazirah menunggu apa yang akan terjadi dalam peperangan yang sangat menentukan ini. Hingga terjadi pertaruhan di antara mereka untuk menentukan siapa yang menang.

Kemudian kaum Muslimin melakukan pengepungan terhadap benteng-benteng Khaibar yang mereka jadikan sebagai perisai. Namun, kaum muslimin berhasil merebut benteng-benteng tersebut satu demi satu. Benteng pertama kali direbut adalah benteng Na’im dan Qamush yang merupakan benteng dari dua putra Abi Al-Haqiq, kemudian benteng Sha’ab bin ‘Az yang merupakan gudang logistik, lalu berakhir pada benteng wilayah Al-Wathih dan Salalim [8]

Ketika Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- sedang melakukan pengepungan, tiba-tiba datang kepadanya seorang penggembala kambing yang bernama Aswad. Ia hanya bertugas untuk menggembalakan kambing milik majikannya yang merupakan orang Yahudi, seraya berkata, “Ya Rasulullah! Ajarkan Islam kepadaku.” Kemudian beliau pun mengajarkan Islam kepadanya. Ketika itu pula ia masuk Islam dan berkata, “Ya Rasulullah, aku hanyalah penggembala pemilik kambing ini. Dan ini adalah amanah bagiku, apa yang seharusnya aku lakukan?”

Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Pukulkanlah pada wajahnya, niscaya kambing-kambing ini akan kembali kepada pemiliknya.” Maka Aswad pun berdiri sambil mengambil segenggam pasir lalu menaburkannya pada wajah kambing-kambing tersbut sambil berkata, “Kembalilah kalian pada pemilik kalian! Demi Allah aku tidak lagi menjadi gembala kalian.” [9]

Kaum Muslimin menghadapi perlawanan yang sangat besar ketika hendak meruntuhkan benteng-benteng tersebut. Karena Yahudi menyadari sepenuhnya bahwa kekalahan mereka berarti adalah pemusnahan mereka di kawasan jazirah Arab. Dalam kondisi perang yang berkecamuk dan perlawanan mati-matian oleh pihak Yahudi dalam mempertahankan diri serta semangat pengorbanan kaum muslimin, Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Akan aku berikan panji ini besok kepada seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan melaluinya. Orang ini cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya pun cinta kepadanya.” Malam harinya setiap orang mengharap dialah orang yang akan diberikan panji tersebut.

Keesokan paginya, mereka pun bergegas menuju Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – mengharap agar diberikan kepadanya. Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  bertanya, “Dimanakah Ali?” Ada yang menjawab, “Ya Rasulullah, dia sedang sakit mata.” Beliau pun berkata, “Bawalah dia kemari.” Maka Ali pun datang. Kemudian beliau pun meludahi matanya dan mendoakan kesembuhan, maka sembuhlah dalam sekejap seakan-akan ia tidak mengalami sakit. Kemudian beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun memberikan panji itu  kepadanya.

Ali berkata, “Aku akan memerangi mereka sehingga mereka sama seperti kita.” Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Laksanakanlah! Sehingga kamu sampai di halaman mereka kemudian serulah mereka untuk masuk Islam, kemudian katakan kepada mereka tentang kewajiban mereka dalam menunaikan hak Allah! Demi Allah! Allah memberikan petunjuk kepada seseorang dengan perantara kamu, yang lebih baik buat kamu daripada memiliki unta merah [10]

Ketika Ali berangkat menuju sasaran, tiba-tiba muncul seorang Yahudi yang bernama Marhab sambil menenteng pedangnya dan menantang perang tanding. Salah seorang sahabat, Muhammad bin Muslimah, menyambut tantangan tersebut dan berhasil membunuhnya. Kemudian tampil saudara Marhab yang bernama Yasir seraya berkata, “Siapa yang berani bertanding denganku?” Kemudian tampillah Zubair bin Awwam dan ia pun berhasil membunuhnya. [11]

Allah memberikan kemenangan melalui Ali bin Abi Thalib dan menjadikan Yahudi putus asa. Mereka mengajukan tuntutan damai kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- agar tidak membunuh mereka. Ibnu Hajar berkata, “Baihaqi meriwayatkan dengan sanad perawinya yang terpercaya, dari hadis Ibnu Umar, bahwa Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ketika menguasai penduduk Khaibar beliau meminta agar mereka tidak menyembunyikan sedikitpun harta mereka. Apabila itu sampai terjadi, maka mereka tidak mendapatkan jaminan dan janji.

Perawi mengatakan, “Mereka menyembunyikan sebuah peti yang berisi harta dan perhiasan Huyai bin Akhthab yang dibawanya ke Khaibar, lalu Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun menanyakannya. Mereka menjawab, “Sudah habis untuk keperluan sehari-hari.” Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata, “Perjanjian baru saja dilakukan dan harta benda jauh lebih banyak dari ini.” Akhirnya harta itu diketemukan pada reruntuhan bangunan. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun membunuh dua orang putra Abu Haqiq, satu di antaranya adalah suami Shafiyah [12]

Dalam perang Khaibar ini terdapat dua fenomena yang bertentangan:

Pertama: Datang seorang dari kalangan Arab dusun menjumpai Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, lalu ia pun beriman kepadanya dan menjadi pengikutnya, seraya berkata, “Aku hijrah bersamamu.” Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun memberikan wasiat kepada beberapa temannya untuk memperhatikannya. Ketika dalam perang Khaibar, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  memperoleh ghanimah, lalu membagi-bagikannya dan tidak lupa kepada sahabat di atas dengan menitipkan bagiannya melalui teman-temannya. Ketika orang itu datang, maka teman-temannya pun memberikan jatahnya, seraya berkata, “Apa ini?” lalu dijawab, “Ini jatahmu.” Maka ia pun membawa jatahnya untuk menghadap Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- seraya berkata, “Apa ini ya Muhammad?”

Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjawab, “Itu jatahmu.” Lalu orang itu berkata, “Bukan untuk ini aku menjadi pengikutmu. Aku mengikutimu agar bagian dari tubuhku ini terpanah (sambil menunjuk ke bagian lehernya) sehingga aku mati dan masuk Surga.” Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata, “Dia telah membenarkan Allah dan Allah akan membenarkannya.” Kemudian para sahabat pun berangkat ke medan perang. Lalu mereka membawa jasadnya ke hadapan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang lehernya terpanah persis pada bagian yang diisyaratkannya. Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata, “Betulkah itu dia?” Mereka menjawab, “Benar!” Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata, “Dia telah membenarkan Allah dan Allah pun membenarkannya. “[13]

Kedua: Dari Abu Hurairah berkata, “Kami ikut dalam perang Khaibar. Lalu Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata kepada seseorang yang bersamanya, yang mengaku dirinya orang Islam, “orang ini adalah penghuni api neraka.” Ketika perang berkecamuk, orang itu pun berperang mati-matian sehingga tubuhnya penuh luka. Sebagian orang menyangsikan kebenaran ucapan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tersebut. Ternyata laki-laki itu mengalami sakit luar biasa akibat lukanya lalu ia mengeluarkan sebilah pisau dan bunuh diri. Maka percayalah kaum muslimin seraya berkata, “Ya Rasulullah, Allah membenarkan ucapanmu. Orang itu telah bunuh diri.” Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, “Bangunlah wahai fulan, katakan, bahwa tidak masuk Surga, kecuali orang beriman. Sesungguhnya Allah (terkadang) memperkuat agama ini dengan seorang yang fajir (maksiat). [14]

Usai peperangan, orang-orang Yahudi berupaya untuk membunuh Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dengan racun. Seorang wanita mereka menghadiahkan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kambing guling yang dibubuhi racum terutama pada bagian paha. Karena ia mengetahui bahwa nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-paling menyukai bagian ini. Ketika beliau hendak memakannya, tiba-tiba kaki itu memberitahukan kalau dirinya penuh dengan racun. Kemudian beliau memuntahkan isi mulutnya dan mengintrogasi wanita tersebut. Ia pun mengakui kejahatannya tetapi Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-tidak menghukumnya [15] Akan tetapi, akhirnya wanita itu dibunuh ketika Bisyr bin Barra bin Ma’rur mati akibat racun tersebut ketika makan bersama Nabi [16]

Orang-orang Yahudi tetap tinggal di Khaibar sebagai petani tetapi separuh dari hasil panen tersebut diserahkan kepada kaum muslimin dan Rasulullah. Abdullah bin Rawahah setiap tahun selalu mendatangi mereka. Mereka pun mengeluh kepada Rasul tentang besarnya hasil panen yang harus diserahkan. Mereka mencoba menyuap Ibnu Rawahah. Beliau berkata, “Wahai musuh Allah! Kalian ingin memberikan kepadaku barang haram! Demi Allah, aku baru saja bertemu dengan orang yang paling aku cintai dan kalian adalah manusia yang paling aku benci karena aku menganggap kalian adalah monyet dan babi. Namun, kebencianku kepada kalian dan kecintaanku kepada beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tidak akan membuat aku berlaku tidak adil kepada kalian.” Mereka berkata, “Dengan sikap inilah langit dan bumi ini tetap tegak.” [17]

Setelah Allah memberikan kemenangan bagi umat Islam pada perang Khaibar dan mereka memperoleh ghanimah serta menyepakati bahwa sebagian hasil panen berupa anggur dan kurma diserahkan kepada sahabat untuk dimanfaatkan. Aisyah berkata, “Ketika Khaibar ditundukkan. Kami berkata, ‘Sekarang kita dapat kenyang dengan kurma.” [18] Dari Ibnu Umar berkata, “Kami belum pernah merasakan kenyang hingga kami menundukkan Khaibar.” [19]

Hikmah (Pelajaran) yang bisa dipetik :

Pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini,

1-Ucapan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada Ali, “Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan perantara kamu…” Hal ini menjelaskan tentang keutamaan dakwah dan pahala yang besar bagi orang yang menyeru ke jalan Allah. Seorang yang menerima seruan dan ajakan seorang da’i dan beriman kepada Allah, nilainya lebih baik daripada unta merah yang ketika itu merupakan barang yang sangat mahal.

2-Dakwah Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada Aswad, seorang penggembala kambing. Komentar Ibnu Hisyam bahwa Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tidak pernah merendahkan seorang pun untuk mengajak dan menawarkannya masuk Islam. Untuk itu, seorang aktivis tidak boleh meremehkan dan merendahkan siapa pun dalam mengajak orang lain ke dalam Islam. Islam harus didakwahkan kepada rakyat jelata maupun pejabat.

3-Ucapan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ketika melihat Yahudi keluar membawa peralatan cangkul dan sebagainya, “Allahu Akbar, hancurlah Khaibar “ Suhaili berkata, “Ini menunjukkan bolehnya bersikap optimis. Karena beliau hanya melihat alat cangkul dan palu yang hanya digunakan untuk bertani, bukan berperang.[20]

4-Dalam perang Khaibar terlihat keutamaan Ali bin Abu Thalib, yaitu Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjelaskan tentang kecintaan Allah dan Rasul-Nya kepadanya dan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk itulah kita melihat para sahabat menginginkannya karena besarnya keutamaan orang tersebut. Ternyata yang mendapat panji-panji itu adalah Ali yang Allah ridha kepadanya dan meridhinya.

5-Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menerima kambing guling yang dibawa oleh seorang wanita Yahudi. Hal ini dapat kita ambil pelajaran bahwa boleh menerima hadiah dari orang kafir dan memakan sembelihan ahli kitab [21]

6-Upaya Yahudi untuk membunuh Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-  menjelaskan tentang kebencian dan pengkhianatan mereka. Padahal Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah membiarkan mereka untuk tetap bercocok tanam. Beliau juga menerima tawaran damai mereka, tetapi tetap saja mereka berusaha untuk membunuh beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Mereka sejak dahullu dikenal sebagai orang yang suka berkhianat dan berniat jahat kepada Islam dan kaum muslimin.

7-Berita yang disampaikan oleh kaki kambing yang akan disantap Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bahwa dirinya mengandung racun merupakan tanda kebenaran Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Ini adalah informasi gaib kepada beliau yang diinformasikan Allah kepadanya.[22]

8-Kisah seorang Arab dusun yang masuk Islam dan sangat baik keislamannya dan tujuannya untuk menggapai syahid. Kemudian Alllah pun merealisasikan keinginannya. Hingga ia pun menolak bagian harta ghanimah untuknya. Ini merupakan fenomena luar biasa yang menggambarkan bagaimana cara menggapai akhirat dan memperbaiki niat serta mengharap ridha Allah, kita mohon kepada Allah keselamatan dan lindungan-Nya.

9-Kisah orang yang menampakkan dirinya seolah-olah Islam dan berperang mati-matian bersama kaum muslimin. Sekalipun kontribusinya sangat  besar dalam amal yang besar ini, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- berkata tentang orang ini, “Sesungguhnya ia termasuk penghuni neraka.” Sebab, ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Dalam kisah ini terdapat suatu peringatan agar tidak tertipu dengan amal. Seorang hamba tidak boleh mengandalkan amalnya, khawatir akan terjadi yang sebaliknya karena takdir yang telah ditetapkan[23]

Selalulah berdoa agar Allah mengakhiri kehidupan kita dengan baik dan khusnul khatimah. Selain itu, kita tidak boleh tertipu oleh sesuatu yang bersifat lahiriyah saja. Orang ini sekalipun melakukan jihad fi sabilillah bersama Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, tetapi akhirnya masuk neraka. Semoga Allah melindungi kita.

10-Cerita ini menunjukkan kebenaran Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, beliau mengabarkan bahwa orang ini akan berubah. Selain itu, ternyata apa yang dikabarkannya adalah benar adanya, yaitu dia membunuh dirinya sendiri dengan sebilah pisau.

11-Orang-orang Yahudi berupaya untuk menyuap Abdullah bin Rawahah ketika ia datang kepada mereka, agar mengurangi bagian yang harus dikeluarkan. Akan tetapi, ia menjawab, “Apakah kalian ingin memberikan kepadaku harta yang haram? Cintaku kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan kebencianku kepada kalian tidak akan membuat aku berbuat tidak adil kepada kalian.” Inilah sosok mukmin yang bertakwa, tidak menerima suap, dan rasa keadilannya kepada mereka tidak terpengaruh oleh perasaan cinta dan benci. Suap adalah barang haram yang dapat menghancurkan masyarakat dan bertentangan dengan keadilan.

12-Ucapan Yahudi kepada Abdullah bin Ramawahah, “Dengan sikap inilah langit dan bumi tetap tegak.” Maksudnya dengan sikap adillah, langit dan bumi akan tetap tegak. Selain itu, dengan kezhalimanlah masyarakat akan hancur dan berubah menjadi hutan belantara yaitu yang kuat akan memangsa yang lemah.

Dengan keadilan akan tercipta pembangunan, kesejahteraan, dan kedamaian. Orang-orang Yahudi mengetahui akan keadilan, tetapi mereka berusaha untuk menyeret orang-orang beriman ke dalam kezhaliman untuk kepentingan mereka. Namun, ketika Abdullah bin Rawahah menolak ajakan mereka dan tetap akan menjunjung tinggi keadilan, maka muncullah komentar mereka tersebut.

Keadilan adalah dasar semua perbaikan dan pertolongan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Sesungguhnya manusia tidak lagi memperdebatkan bahwa akibat dari kezhaliman adalah kehancuran dan akibat dari keadilan adalah kemuliaan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa Allah akan membela negara yang adil sekalipun kafir dan Allah tidak akan membela negeri yang zhalim sekalipun beriman.” [24]

Dan inilah yang tidak diinginkan oleh orang-orang Yahudi dari kaum muslimin.

13-Ucapan Aisyah dan Umar bin Khaththab tentang kenyangnya para sahabat dengan buah kurma selah kemenangan dalam perang Khaibar. Ini menunjukkan tentang kehidupan para sahabat yang terbiasa lapar dan susah. Sampai-sampai mereka tidak merasakan kenyang sekalipun hanya dengan kurma, padahal Madinah adalah wilayah yang memiliki kebun kurma yang cukup banyak. Mereka adalah teladan kita yang mendapatkan keridhaan dari Allah. Oleh karena itu, janganlah kita tergantung dan rakus terhadap dunia. Seandainya itu lebih baik, niscaya para sahabat lebih dahulu melakukannya.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber:

Fikih Sirah Nabawiyah, Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, hal.  486-494

 

Catatan:

[1] Ibnu Katsir ; al-Bidayah  wa an Nihayah, Juz 4. Hal. 181

[2] Ibnu Hisyam, As Sirah an Nabawiyah. Juz 3, hal. 278

[3] Abu Syuhbah, As Sirah an Nabawiyah, Juz 3, hal. 414

[4] Sekarang bernama gunung ‘Uthwah. Lihat, Muhammad Hasan Syarab, Al Ma’aalim Al Atsiirah fi Assunnah wa As Siirah. Hal 162.

[5] Suatu lembah antara Khaibar dan Ghathafan dan bukan Raji’ yang masyhur, yang terdapat di Mekah. Lihat, Muhammad Hasan Syarab, Al Ma’aalim Al Atsiirah fi Assunnah wa As Siirah. Hal 125.

[6] Ibnu Hisyam, As Siirah an Nabawiyah, Juz 3 hal. 380-381

[7] Shahih Al Bukhari, Juz 2. Hal. 89

[8] Ibnu Hisyam, As Sirah an Nabawiyah, Juz 3, hal.381-383

[9] Ibid, Juz 3, hal. 398

[10] Shahih Al-Bukhari no hadis 4210

[11] Ibnu Hisyam, As Siirah an Nabawiyah, Juz 3 hal.385

[12] Ibnu Hajar: Fathul Bari, Juz 7, hal. 479

[13] HR. al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra, Juz 4, hal.15-16

[14] Fathul Bari Juz 7 hal 471, nomer hadis: 4203. Shahih Muslim, Kitab : Al Iman. Bab: Ghilzhu Tahriim Qatl al Insan Nafsuhu. Hanya saja ia menyebutkan pada perang Hunain.

[15] Ibnu Hisyam, As Siirah an Nabawiyah, juz 3 hal 389-390. Sumber kisah ini terdapat dalam shahih al Bukhari. Nomer 5777 dan Fathul Baari, Juz 10 hal 244-245.

[16] Al-Hakim dalam al-Mustadrak, Juz 3 hal. 220 dan Fathul Bari 10/24. Yang aneh adalah pendapat Muhammad bin Sahnun bahwa semua ulama hadis sepakat bahwa Rasulullah membunuh wanita tersebut.

[17] Ibnu Katsir, Al Bidayah wa an Nihayah, Juz 4 hal. 199

[18] Shahih Al Bukhari, nomer 323. Fathul bari, Juz 7 hal. 495

[19] Ibid

[20] Suhaili, Raudhul Unf. Juz 4. Hal.58

[21] Zadul Ma’aad, juz 3 hal. 351

[22] Fathul Bari. Juz 10 hal 246

[23] An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz 2 hal. 126

[24] Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, disusun oleh Ibnu Qasim.