Perhatian Terhadap Akhlak Diri

Di antara hal yang hendaknya diperhatikan oleh setiap pribadi muslim adalah perihal akhlaknya. Hendaknya setiap pribadi muslim berupaya untuk mendidik dirinya untuk berakhlak yang baik, berakhlak baik yang diserukan oleh al-Qur’an dan sunnah Nabi kita Muhamamd -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Sungguh banyak bentuk akhlak yang baik yang diserukan oleh al-Qur’an, dan diteladankan oleh manusia yang terbaik akhlaknya karena akhlaknya adalah al-Qur’an yaitu Nabi kita Muhamamd -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [1], semisal apa yang difirmankan oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran [2]

Yakni, sesungguhnya Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyuruh para hamba-Nya dalam al-Qur’an ini supaya berlaku adil berkenaan dengan hak-Nya dengan mentauhidkan-Nya dan tidak menyekutukan dengan-Nya, dan berkenaan dengan hak para hamba-Nya dengan memberikan kepada setiap orang yang berhak akan haknya. Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memerintahkan berbuat baik berkenaan dengan hak-Nya, dengan beribadah kepada-Nya dan melaksanakan kewajiban-kewajiban dari-Nya menurut cara yang disyariatkan, berbuat baik kepada sesama dalam kata-kata dan perbuatan, dan menyuruh memberi kepada kaum kerabat sesuatu yang dapat menyambung dan berbakti kepada mereka.

Sebaliknya, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- melarang dari semua kekejian, baik kata-kata maupun perbuatan, melarang apa yang diingkari syariat dan tidak diridhai-Nya berupa kekafiran dan kemaksiatan, melarang menzhalimi dan sewenang-wenang terhadap manusia. Dengan perintah dan larangan ini, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberi pengajaran kepada kalian dan mengingatkan kalian akan berbagai akibat, agar kalian mengingat perintah-perintah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan memetik manfaatnya. [3]

Di antara Keutamaan Akhlak yang Baik  

Berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi bantuan kepada kerabat yang disebutkan di dalam ayat di atas, kesemuanya itu merupakan contoh-contoh dari akhlak yang baik, yang semestinya diupayakan untuk dilakukan oleh setiap individu muslim. Bahkan menjadi bagian tabiat yang melekat peda dirinya. Dengan itu, seorang bakal mendulang beragam bentuk keutamaan. Karena akhlak yang baik itu memiliki beragam bentuk keutamaan. Delapan di antaranya yaitu,

1-Akhlak yang Baik Termasuk Sebab Masuk Surga

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَ

Aku akan menjamin rumah di tepi Surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah Surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun hanya bergurau. Dan, aku juga menjamin rumah di Surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” [4]

Dari Abu Hurairah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- ia berkata, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَpernah di tanya,

مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ الْجَنَّةَ قَالَ التَّقْوَى وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّارَ قَالَ الْأَجْوَفَانِ الْفَمُ وَالْفَرْجُ

Perkara apa yang banyak menyebabkan masuk Surga?” Beliau menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Dan beliau di tanya; “Perkara apa yang banyak menyebabkan masuk Neraka?” Beliau menjawab, “Dua rongga yang terbuka yaitu mulut dan kemaluan.” [5] 

2-Akhlak yang Baik Sebab Kecintaan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Terhadap Hamba

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menyebutkan kecintaan-Nya terhadap orang yang berakhlak baik, yang di antara bentuk akhlak yang baik tersebut adalah sabar, berbuat baik kepada orang lain, adil dan lain sebagainya. Maka, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [6]

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” [7]

Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- juga berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” [8]

Dan Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

أَحَبُّ عِبَادِ اللهِ إِلَى اللهِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah siapa di antara mereka yang paling baik akhlaknya.” [9]

3-Akhlak yang Baik Termasuk Sebab Kecintaan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya dariku di antara kalian pada hari Kiamat adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya.” [10]

4-Akhlak yang Mulia Merupakan Sesuatu yang Paling Berat dalam Timbangan Amal pada Hari Kiamat

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

مَا مِنْ شَيءٍ في الِميزانِ أَثْقَلُ مِن حُسْنَ الخُلُقِ

“Tidak ada sesuatu dalam timbangan amal yang lebih berat daripada akhlak yang baik.” [11]

5-Akhlak yang Baik Melipatgandakan Ganjaran dan Pahala

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَاتِ قَائِمِ اللَّيْلِ صَائِمِ النَّهَارِ

“Sesungguhnya seseorang akan mendapatkan derajat-derajat orang yang shalat malam dan orang yang berpuasa di siang hari dengan sebab kebaikan akhlaknya.” [12] 

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga bersabda,

إِنَّ الْمُسْلِمَ الْمُسَدِّدَ لَيُدْرِكُ دَرَجَةَ الصَّوَّامِ الْقَوَّامِ بِآيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لِكَرَمِ ضَرِيبَتِهِ وَحُسْنِ خُلُقِهِ

Sesungguhnya seorang muslim yang terbimbing akan mendapatkan derajat orang-orang yang banyak berpuasa dan banyak shalat malam dengan membaca banyak ayat-ayat Allah-عَزَّوَجَلَّ-kerena kemuliaan dharibahnya [13] dan kebaikan akhlaknya.” [14]

6-Akhlak yang Baik Termasuk Sebaik-baik Amal Para Hamba

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

يَاأَبَا ذَرٍّ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى خَصْلَتَيْنِ هُمَا خَفِيْفَتَانِ عَلَى الظَّهْرِ وَأَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ غَيْرِهِمَا؟ قَالَ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: عَلَيْكَ بِحُسْنِ الْخُلُقِ , وَطُوْلِ الصُّمْتِ , فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا عَمِلَ الْخَلَائِقُ بِمِثْلِهِمَا

“Wahai Abu Dzar! Maukah aku tunjukkan kepadamu dua kebiasaan di mana kedua kebiasaan tersebut ringan dipikul di atas punggung namun lebih berat daripada yang lainnya dalam timbangan amal? Abu Dzar  pun menjawab, ‘Tentu saja (saya mau) wahai Rasulullah.’ Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, (Pertama) ‘Hendaklah engkau berakhlak baik, dan (Kedua) (Hendaklah pula engkau) lama diam. Karena, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya, tidaklah ada amal yang dilakukan para makhluk yang semisal dengan kedua amal tersebut. [15]

7-Akhlak yang Baik Menambah Umur dan Memakmurkan Tempat Tinggal

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

حُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ

“Berakhlak baik dan baik dalam bertetangga akan memakmurkan tempat tinggal dan menambah umur” [16]

8-Akhlak yang Baik Merupakan Tanda Kesempurnaan Iman

Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

“Orang mukmin-orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kaliaan adalah orang yang paling baik terhadap isti-istri mereka.” [17]

Dan di dalam hadis ‘Amru bin ‘Abasah -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- disebutkan bahwa ia bertanya kepada Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

أَيُّ الْإِيمَانِ أَفْضَلُ قَالَ خُلُقٌ حَسَنٌ

Iman yang bagaimanakah yang paling utama? Beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, ‘akhlak yang baik.’” [18] [19]

Pembaca yang budiman…

Itulah delapan keutamaan akhlak yang baik yang dapat disebutkan. Dan, boleh jadi masih ada keutamaan-keutamaan lainnya dari akhlak yang baik ini. Wallahu A’lam

Akhirnya, kita berharap dan bermohon kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semoga Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memperbaiki dan memperbagus akhlak-akhlak kita, sehingga kita pun akan mendulang keutamaannya. Amin

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Catatan:

[1] Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- yang disifati oleh Allah -سٌبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan ‘Khuluq ‘Adzim’ dalam firman-Nya,

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pakerti yang luhur.” (al-Qalam: 4)

Istri beliau Aisyah -رَضِيَ اللهُ عَنْهَا- mensifati Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dengan perkataannya,

 كَانَ خُلُقُ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنُ

“Akhlak Rasulullah –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَadalah al-Qur’an (HR. Muslim, 746)

Maknanya, seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir -رَحِمَهُ اللهُ-, bahwa beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah melazimkan dirinya untuk tidak melakukan (sesuatu) kecuali apa yang diperintahkan kepadanya oleh al-Qur’an, dan tidak meninggalkan (sesuatu) kecuali apa-apa yang dilarang oleh al-Qur’an, sehingga pelaksanaan perintah Rabbnya menjadi akhlak dan tabiat bagi beliau, semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada beliau sampai hari pembalasan. (al-Fushul Fi Sirati ar-Rasul -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- , Ibnu Katsir, hal. 264).

[2] Qs. an-Nahl: 90

[3] At-Tafsir al-Muyassar, 4/460

[4] HR. Abu Dawud (4800), ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir (8/98), al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra (10/420) (21176), dan dishahihkan oleh an-Nawawi di dalam Riyadhushalihin (hal.216), dan dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahih At-Targhib (2648)

[5] HR. at-Tirmidzi (2004), Ahmad (2/442) (9694), Ibnu Hibban (2/224). At-Tirmidzi mengatakan: Shahih Gharib. Dan dihasankan oleh syaikh al-Albani di dalam Shahih At-Targhib (2642)

[6] Qs. al-Baqarah: 195

[7] Qs. Ali Imran: 146

[8] Qs. al-Maidah: 42

[9] HR. al-Hakim (4/441), ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir (1/181), al-Haitsami mengatakan di dalam al-Majma’ (8/27): para rawinya  adalah para rawi ash-Shahih. Dan al-Bushiri mengatakan di dalam Ithaf al-Khairah (6/9): para rawinya dijadikan hujjah di dalam ash-Shahih.

[10] HR. at-Tirmidzi (2018), dan ia mengatakan: Hasan Gharib dari sisi ini. Dan, isnadnya dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam as-Silsilah ash-Shahihah (791)

[11] HR. at-Tirmidzi (2002) dan Ibnu Hibban (12/506). At-Timidzi mengatakan : Hasan Shahih. Dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani di dalam shahih al-Jami’ (5628)

[12] HR. Abu Dawud (4798) Ahmad (6/187) (25587), al-Hakim (1/128), dan ia berkata: Shahih sesuai persyaratan Muslim, dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Dan, dishahihkan oleh al-Albani di dalam shahih al-jami’ (1620)

[13] Karena kemuliaan dharibahnya, yakni, karena kemuliaan tabiatnya dan watak alaminya. (an-Nihayah Fi Gharibi al-Hadis Wal Atsar, Ibnu al-Atsir, 3/80)

[14] HR. Ahmad (2/177), (6648), ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir (13/58). Al-Mundziri di dalam at-targhib wa at-tarhib (4009) mengatakan: Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir, dan para rawi Ahmad adalah para rawi yang tsiqah (kredibel) kecuali Ibnu Lahi’ah. Dan, al-Haitsami di dalam al-Majma’ (8/25) mengatakan: Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Ausath, dan di dalamnya terdapat rawi bernama Ibnu Lahi’ah dan padanya terdapat kelemahan, sedangka rawi-rawi lainnya adalah para rawi ash-Shahih.

[15] HR. al-Bazzar (13/359), Abu Ya’la (6/53), ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Ausath (7/140), dan al-Mundziri menilai bagusnya sanad hadis ini di dalam at-Targhib wa at-Tarhib (3/274). Dan, al-Haitsami di dalam al-Majma’ (8/22) mengatakan: para rawinya tsiqah (kredibel). Dan al-Bushiri di dalam Ithaf al-Khairah (6/18) mengatakan: ini merupakan sanad di mana para rawinya tsiqah (kredibel).

[16] HR. Ahmad (6/159)(25298), dan syaikh al-Albani menshahihkan sanad hadis ini di dalam as-Silsilah ash-Shahihah(519)     

[17] HR. at-Tirmidzi (1162), Ahmad (2/250) (7396). At-Tirmidzi mengatakan : hasan shahih. Dan, hadis ini dishahihkan oleh al-Hakim (1/43). Dan, al-Haitsami di dalam al-Majma’ (4/306) mengatakan : hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan di dalam sanadnya ada rawi bernama Muhammad Ibnu ‘Amr, dan hadisnya hasan, adapun para rawi lainya merupakan para rawi ash-Shahih.

[18] HR. Ahmad (4/385(19454), dan al-Kharaithi di dalam Makarim al-Akhlaq, halaman 30. Al-Haitsami di dalam al-Majma’ (1/57) mengatakan: di dalam isnadnya terdapat rawi bernama Sahr bin Hausyab, dan telah ditetapkan akan adanya kelemahan di dalamnya.  

[19] Mausu’ah al-Akhlaq, Departemen Ilmiah di Muassasah ad-Durari as-Saniyyah, Jilid 1, hal. 20-23