Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,⁣⁣

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ⁣⁣

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan tidak meninggalkan kemaksiatan, maka Allah tidak butuh (puasanya) ketika dia meninggalkan makan dan minumnya.”⁣
(HR. Bukhari, no. 1903)⁣
Tidak terasa sudah sepekan lebih kita berpuasa. Namun sejauh mana kualitas puasa yang sudah kita kerjakan? Apakah hanya masih sebatas rutinitas biasa, menahan makan minum dari terbit fajar sampai terbenam matahari?⁣
Sudah saatnya hadits di atas menjadi perenungan kita bersama. Mengiringi hari-hari berpuasa, agar hati dan raga berpadu, sesering mungkin terus merefresh satu ibadah yang agung ini. Kembali memahami bahwa hakikat puasa tidak lain ialah menjaga perut, lisan dan anggota tubuh lainnya dari kemaksiatan kepada Allah.⁣
Layaknya niat yang harus terus kita perbaharui. Puasa pun demikian, semua yang berkepentingan harus terus kita kontrol perjalanannya setiap saat. Mulai dari perut, lisan dan seluruh anggota tubuh. ⁣
Tujuannya agar dengan puasa kita mampu meraih derajat yang paling tinggi, yaitu takwa. Dan bukan tergolong pada tingkatan yang paling rendah. Seperti apa yang Nabi sabdakan,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ⁣

“Berapa banyak orang berpuasa hanya mendapatkan bagian puasanya berupa lapar dan haus.”
(HR. Ahmad, no. 8856)⁣