MATERI KESEPULUH: PENJELASAN TENTANG KAFARAT (DENDA) DAN HIKMAHNYA

A. Kafarat (Denda)

Kafarat (denda) adalah sesuatu yang dapat menghapus dosa yang diakibatkan melanggar perintah Pembuat Syari’at. Orang yang melanggar aturan Pembuat Syari’at kemudian ia melakukan hubungan suami-istri di siang hari pada bulan Ramadhan, atau makan dan minum dengan disengaja, maka ia wajib membayar kafarat (denda) akibat ketidakpatuhan ini dengan melakukan salah satu dari tiga hal berikut:

(1) Memerdekakan seorang budak yang beriman, atau

(2) puasa dua bulan berturut-turut, atau

(3) memberi makan enam puluh orang miskin, setiap orang miskin diberi satu mud [satu genggam = 544 gr] gandum atau kurma sesuai dengan kemampuannya.

Ketentuan ini berdasarkan hadits mengenai seseorang yang melakukan hubungan suami-istri di siang hari pada bulan Ramadhan, kemudian ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kafarat (denda) tersebut akan bertambah sesuai dengan bertambahnya pelanggaran yang dilakukannya. Maka, orang yang melakukan hubungan suami-istri pada suatu hari, kemudian ia makan atau minum pada hari yang lain, berarti ia wajib membayar dua kali kafarat (denda).

B. Hikmah Adanya Kafarat (Denda)

Hikmah diperintahkannya kafarat (kewajiban membayar denda) adalah untuk melindungi syariat agar tidak dipermainkan dan dilanggar kehormatannya. Hikmah yang lainnya adalah membersih­kan jiwa seorang Muslim dari pengaruh-pengaruh dosa pelanggaran yang dilakukannya tanpa udzur (sebab yang benar). Oleh karena itu, kafarat harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah disyari’atkan, baik mengenai jumlahnya maupun caranya, sehingga berhasil merealisasikan arti pentingnya dengan menghilangkan dosa dan menghapus pengaruh-pengaruhnya dari dalam jiwa. Landasan pokok (dasar hukum) kafarat adalah Firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ‏

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud: 114).

Dan sabda Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam,

اِتَّقِ اللّٰهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada, dan sertailah kesalahan dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapus kesalahan, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” [Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1987 dan ia menghasankannya].

Referensi:

Minhajul Mulim: Konsep Hidup Ideal dalam Islam, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Darul Haq, Jakarta, Cet. VIII, Rabi’ul Awal 1434 H/ Januari 2013.

Pembahasan sebelumnya: Fiqih Puasa (1)Fiqih Puasa (2), Fiqih Puasa (3),Fiqih Puasa (4), Fiqih Puasa (5)