Shalat Istikharah

  1. Syarat shalat Istikharah sama dengan syarat-syarat shalat sunnah pada umumnya.
  2. Berlaku pada doa shalat Istikharah itu sesuatu[1] yang berlaku pada doa selainnya, seperti: makan dari hasil usaha yang halal dan tidak melampaui batas dalam doa, dan seterusnya.
  3. Istikharah adalah memohon kebaikan dari Allah agar Dia berkenan memilihkan pilihan kebaikan untuk Anda.
  4. Sesuatu yang sunnah, yang wajib, yang makruh, dan yang haram itu tidak boleh dilakukan shalat istikharah padanya, dan yang disyariatkan hanyalah hal-hal yang mubah. Sebagian ulama berkata, “Apabila ada dua kewajiban atau dua sunnah yang harus segera dilaksanakan, maka seseorang juga disyariatkan melakukan Istikharah.”
  5. Tidak ada (dalil yang menunjukkan harus ada) mimpi atau tidak pula melihat ilham (setelah melakukan istikharah), bahkan tidak juga perasaan sebagai hasil kesimpulan tertentu. Yang ada hanyalah seseorang lebih berani (mantap) dan tidak ragu-ragu terhadap apa yang telah ditekadkan setelah shalat istikharah.
  6. Istikharah boleh dilakukan berulang kali.
  7. Tidak ada syariat waktu tertentu untuk melakukan shalat Istikharah, akan tetapi hendaklah seseorang berusaha mencari waktu dan tempat terkabulnya doa.
  8. Shalat Istikharah termasuk shalat sunnah yang memiliki sebab, maka kalau seseorang melaksanakannya pada waktu-waktu yang terlarang untuk mendirikan shalat, maka tidak apa-apa baginya bila waktu yang dimilikinya memang sempit, tetapi apabila dia menundanya hingga habis waktu larangan tersebut, niscaya itu lebih utama.
  9. Tidak ada dalil dalam shalat Istikharah yang mensyariatkan bacaan surat tertentu.
  10. Doa Istikharah itu dibaca setelah salam, dan kalau seseorang membaca doa sebelum salam, maka tempatnya itu dalam tasyahud akhir –yakni: setelah selesai tasyahud akhir dan shalawat Ibrahimiyah–.
  11. Tidak apa-apa dua rakaat (shalat Istikharah) tersebut adalah berupa shalat Tahiyyatul Masjid atau shalat setelah wudhu.
  12. Apabila seseorang sedang berada pada suatu tempat yang tidak memungkinkannya untuk melakukan shalat, maka cukuplah baginya berdoa saja.
  13. Tidak apa-apa membaca doa dari buku atau ada orang lain yang mendiktekannya.
  14. Berdoa dengan mengangkat kedua tangan setelah salam, dan itu adalah sunnah yang dianjurkan.
  15. Sesungguhnya bermusyawarah (atau meminta pendapat orang lain) itu adalah sebelum Istikharah. Allah Ta’ala berfirman,

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.” (Ali Imran: 159).

Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu meminta pendapat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak mengalokasikan sebagian hartanya, maka dia berkata (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam),

يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، إِنِّيْ ذُوْ مَالٍ كَثِيْرٍ وَلَا يَرِثُنِيْ إِلَّا ابْنَةٌ لِيْ، أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِيْ؟ قَالَ: لَا

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah orang yang memiliki harta yang banyak, dan tidak ada (ahli waris) yang akan mewarisiku kecuali seorang anak perempuanku, maka apakah aku boleh bersedekah dengan dua pertiga dari hartaku?” Beliau menjawab, “Tidak.” Al-Hadits.[2]

Keterangan:

[1] Yaitu syarat terkabulnya doa.

[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2742; dan Muslim, no. 1628.

Referensi:

Panduan Lengkap dan Praktis Adab & Akhlak Islami Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Majid Sa’ud al-Ausyan, Darul Haq, Cetakan  VI, Dzulhijjah 1440 H. (08. 2019 M.)